Liburan Seniman Portrays New Emerging Forces 1965
Liburan Seniman (Usmar Ismail, 1965) portrays Sukarno’s effort to make New Emerging Forces in 1965 through its neorealism approach in filmmaking.
Liburan Seniman (Usmar Ismail, 1965) portrays Sukarno’s effort to make New Emerging Forces in 1965 through its neorealism approach in filmmaking.
Lie Gie San membuat film Belenggu Masyarakat (1953)[1] bersama sutradara D. Suradjio. Ia menang FFI 1955 sebagai sinematografer terbaik.
Sebelum Usmar Ismail belajar ke Amerika, ia sempat menyutradarai filem Dosa Tak Berampun (1951).
Usmar Ismail membuat Big Village (1969) atau Dusun Besar tepat di masa peralihan dari Orde Lama ke Orde Baru. Pada momen ini, pemerintahan Orde Baru memang belum ‘turun gunung’ untuk secara resmi memberikan modal bagi pembuat film untuk menginternalisasikan nilai-nilai anti komunis dalam film. Selama masa transisi, Indonesia mulai membuka diri terhadap negara-negara non Tiongkok …
Big Village (1969) dari Usmar Ismail: Legitimasi Orde Baru di Masa Transisi Read More »
DSekitar tahun 1954, Usmar Ismail pernah menulis, “film adalah kesenian bersama (collective) yang membutuhkan ahli-ahli bagi tiap cabang pekerjaannya.” “Sari Soal dalam Filem Indonesia” di Konfrontasi No.1/Juli-Agustus 1954 Pernyataan ini ditulis setelah Usmar selesai sekolah di Amerika. Tentu menarik karena apabila kita menyandingkan wacana mengenai kepengarangan (auteur) dalam sinema yang disematkan pada Usmar Ismail (lihat …
Sebagai penanda penting dalam sinema Indonesia, keberadaan Citra (Usmar Ismail, 1949) bagaikan hantu tanpa wajah. Judul film ini hingga sekarang masih dipakai sebagai sebuah penghargaan paling bergengsi di negeri +62. Piala Citra pertama kali dipakai saat Festival Film Indonesia lahir pada tahun 1955. Selain itu, di bidang sastra, kritikus sastra Indonesia berkebangsaan Belanda yakni A. …
Usmar Ismail, seorang Pisces yang hampir memiliki traits Aries, ini menyatakan bahwa ia tidak memiliki kuasa sama sekali ketika membuat Harta Karun dan Tjitra. Ia disetir oleh produser dari studio milik Belanda, South Pacific Film Corporation (SPFC).
Sedari Ashar, mendung menggelayut di kawasan Sleman. Hujan kadang turun deras, kemudian gerimis tipis-tipis menjelang pukul lima. Nada pemberitahuan di ponsel saya berbunyi. Tertulis bahwa Lisabona Bona dan Naomi Srikandi telah sampai di salah satu mall kawasan Sleman. Saya mempercepat laju sepeda motor, melewati jalan tikus Maguwo-Babarsari-Ambarrukmo. Sesampainya di tempat terjanjikan, mbak Lisa dan mbak …
Lisabona Rahman – What They Don’t Talk About When They Talk About Film Restoration Read More »