“Hai nama gue Ewing. Dan terima kasih telah memberikan gue kesempatan untuk menemani malam jumat lo…”
Saya senyum-senyum sendiri begitu keluar dari ruang tonton. Bukan karena saya mendapati foto Randy Pangalila yang auratik, tetapi ada banyak hal yang ingin saya bicarakan. Saya selalu mengutarakan bahwa film slasher / horror/ thriller is not my cup of tea. Tetapi, #MalamJumat the Movie dari Hadrah Daeng Ratu ini mampu membuat saya menepikan ketidaksukaan saya pada gambar penuh kekerasan dalam film Indonesia.
Bila dibandingkan dengan film horror yang beredar setahunan ini, #MalamJumat the Movie cukup segar. Pemain filmnya luwes. Tubuh-tubuh mereka dekat dengan piranti seperti tongkat narsis, GoPro, serta proses pengeditan video di belakang layar untuk kanal Youtube Ewing HD. Menariknya lagi, film ini juga bermain-main dengan ‘the sacred and the profane’:Mulai dari teknologi hingga mitos mengenai hantu-hantu gentayangan. Selain itu (saya mungkin terkesan sedikit halu), film ini seperti menjawab kritik saya tentang minimnya peran masyarakat dalam film horor. Meskipun Hadrah Daeng Ratu terkesan moralis, tetapi saya cukup lega karena ia mampu menghadirkan kebaikan kecil yang diwakili oleh orang biasa dan aparatus negara dalam cerita.
Artikel tentang film Indonesia yang menghilangkan aspek komunal dalam masyarakat: 1. Asih 2. Suzanna: Bernapas dalam Lumpur 3. Marlina si Pembunuh dalam Empat Babak |
Footage yang Fiktif, Realitas Ilusif
Jujur, mungkin hanya saya yang tertawa terbahak-bahak pada paruh pertama film yang menitikberatkan pada pembentukan realitas dalam vlog. Pemahaman saya mengenai footage seperti ditantang. Celetukan-celetukan genial mengenai teknologi membuat saya merefleksikan banyak hal. Misalnya ketika sinema masih ekslusif, hanya segelintir orang yang mampu mengujarkan ‘footage’ dalam keseharian. Sekarang ketika teknologi semakin terjangkau, piranti canggih semakin murah, istilah ‘footage’ sudah menjadi pemahaman bersama. Kata ini bisa meluncur dengan mudahnya.

“Nih footage gua”
“Sorry ya, gaes, kalau kameranya agak shaky”
“Meskipun kami gak lihat penampakannya tapi kamera sempat ngerekam, gaes.” Ewing lalu menunjukkan kamera GoPro, melingkari penampakan yang sedang makan sajen.
(otomatis ngakak)
Setidaknya kamera mengambil tiga posisi dalam film ini. Pertama, kamera GoPro mengikuti Oji dan Wingky yang lebih interaktif. Kedua, posisi Agan selaku kameramen utama untuk membuat realitas dalam vlog #MalamJumat sekaligus menjelaskan pada viewers. Terakhir adalah kamera film untuk menangkap keseluruhan jalan cerita sekaligus menjadi kuncian dari plot twist: Perubahan dari horor ke slasher. Dalam film ini kamera tidak lagi dianggap sebagai perekam realitas apa adanya. Hadrah Daeng Ratu justru ingin melucuti kehadiran mitos-mitos hantu yang hanya bisa dilihat dalam kamera. Sutradara lulusan Sinematografi Institut Kesenian Jakarta menyajikan gambar-gambar yang ternyata rekaan. Pada akhirnya, saya sebagai penonton diajak untuk menyadari bahwa apa yang terekam oleh kamera vlogger adalah pemanggungan untuk meyakinkan viewers bahwa penampakan dimensi lain itu ada.
#MalamJumat the Movie: Filmnya Milenial Akhir
Ewing HD membuat kanal Youtube sejak tahun 2012. Ia membuat program #MalamJumat yang menyajikan fenomena horor dan mistis. Penggunaan tagar dalam judul ini membuat saya sendiri teringat dengan #visualjalanan yang mampu meraup geliat anak muda untuk mengarsipkan situasi jalanan di daerah mereka. Dari pilihan tersebut, saya sebagai penonton juga bisa melihat sebuah peralihan. Misalnya, pada tahun 2000-an, saya yang masih remaja akan memutar program radio berisi cerita mistis dan legenda urban di kota Yogyakarta. Sekarang orang mencari cerita horor melalui Youtube. Penggunaan tagar bisa dilihat sebagai sebuah pernyataan. Ia mewakili anak muda jaman sekarang yang lebih fasih bermain-main dengan tagar, mencari sensasi melalui aspek audio visual yang tersebar di media sosial.
Karakter dalam #MalamJumat the Movie memang didominasi anak-anak muda yang dekat dengan sosial media sebagai medium komunikasi. Ewing si tokoh utama yang memang terlahir dari montase, jalinan vlog dalam akun Ewing HD, terlihat ramah dan dekat dengan penonton. Kemudian ada karakter Oji dan Wingky dengan celetukannya yang sok tahu dan semau gue. Inilah karakteristik anak-anak yang memang tumbuh tanpa mengenal sejarah ide dan sejarah teknologi. Namun alih-alih menghakimi ketidaktahuan mereka, Hadrah Daeng Ratu justru menjadikan karakternya untuk mengolok patron. Misalnya dalam celetukan seperti berikut: “Kalau akting dia meyakinkan, dia pasti dapat Piala Citra!”; atau “Siapa namanya? Tio? Tio Pakusadewo?”. Dialog semacam ini memang chessy tetapi dia memiliki potensi olok-olok secara ampun-ampunan.

#MalamJumat the Movie: Terjebak Moralitas
Meskipun antusiasme Hadrah Daeng Ratu begitu besar untuk memahami anak-anak muda yang lebih akrab dengan konten media sosial, misalnya lewat pilihan close up dan big close up untuk membaurkan gambar film dan vlog, tetapi pada satu sisi, film ini terjebak dikotomi ‘hitam dan putih’. Dalam #MalamJumat the Movie, paruh akhir film menguak alasan-alasan mengapa Wonder Park menjadi arena balas dendam. Melalui kilas balik, penonton mendapati bahwa Ewing si tokoh utama tumbuh dalam keluarga tidak harmonis sehingga ia mampu menghabisi orang-orang yang tidak ia sukai dengan gampangnya. Kesimpulan semacam ini seolah melanggengkan mitos: Anak salah didik akan menjadi sosiopat. Hadrah Daeng Ratu dan Andika Lazuardi selaku penulis naskah seperti tidak memberi ruang diskusi lebih jauh mengenai kompleksitas emosi dan trauma seorang individu.
Selain itu, premis #MalamJumat the Movie sendiri berangkat dari kegelisahan banyak orang mengenai likes dan viewers yang justru “memperbudak” pencipta konten. Kegelisahan ini pernah membuat Kim Kadarshian mengkritik Twitter secara langsung untuk mempertimbangkan penghapusan fitur likes dan view stats. Bukannya membongkar lebih jauh mengenai “penyembah konten”, Hadrah Daeng Ratu malah secara ekstrim menyalahkan masyarakat konsumer konten yang telah membuat para kreator menjadi maniak. Melalui sosok Dinda yang mengambil alih akun Ewing, Hadrah Daeng Ratu menggurui viewers dan penonton.
Pada Akhirnya…
Seandainya saya menjadi Dinda, saya tidak akan menatap kamera vlog dengan penuh penyesalan dan mengiba. Saya juga tidak akan berkata, “Jadi ini yang kalian harapkan?”, sembari terus menyalahkan penyembah konten. Saya mungkin akan berkata: “Sekarang akun ini gua ambil alih. Postingan pertama gua A to Z about Supersemar!” (eh salah… emang ini akun punya Historia). Saya mungkin juga akan berkata sembari menatap kamera, “Sekarang akun ini bakal ngomongin Estetika Film Indonesia!” (auto-unfollow berjamaah!)
#MalamJumat the Movie (2019)
Kisah ini diadaptasi dari akun Ewing HD yang memiliki program penelusuran suatu ruang pada Malam Jumat. Diceritakan Wonder Park adalah tempat Rian, kakak Dinda menghilang. Mulanya Ewing Squad yang terdiri dari Ewing, Agan, Lulu, Winky, dan Oji mendapati Wonder Park sebagai tempat penuh arwah penasaran dan semua terekam dalam kamera mereka. Hingga pada akhirnya mereka membantu Dinda, mencari sang kakak sekaligus membuat acara pembalasan dendam tanpa alasan. Korban berjatuhan.
Sutradara: Hadrah Daeng Ratu | Penulis Naskah: Andika Lazuardi | Produser: Dheeraj Kalwani | Pemeran: Ewing HD, Zoe Abbas Jackson, Dea Annisa, Randy Pangalila, Ade Firman Hakim, Ajil Ditto, Harris Illano Vriza, Sonia Alyssa, Chacha Marisa, Andy Jali | Rumah Produksi: Dee Company dan Blue Water Films, MD Pictures | Genre: horor slasher | durasi: 91 menit