Debut Sabrina Rochelle Kalangie tampak seperti buku catatan: rapi dan berusaha logis. Cahaya rekaannya tertata, setiap ruang memiliki atmosfernya sendiri. Meskipun demikian, saya menangkap ada kesan tidak ingin salah dan terlalu mengikuti aturan. Pergerakan kameranya penuh kehati-hatian, tidak memberikan ruang untuk menjadi spontan. Pengambilan gambarnya kurang eksploratif, dengan pengulangan pada beberapa bagian yang menyebabkan alur ceritanya longgar.
Terlalu Tampan menggunakan formulasi estetika Instagram yang menekankan gambar beratsmosfer (atmospheric) dan menunjukkan suatu rasa (feeling). Citra dengan desain puitis lebih berfungsi untuk menghadirkan gambar-gambar indah, menentramkan mata penonton. Berbeda dengan Ernest yang juga mengeksplorasi tekstur dinding untuk membangun atmosfer, Sabrina lebih menekankan pada cahaya rekaan (artificial lighting) dan warna pada dinding ruangan. Kesan girly terdapat pada bangunan sekolah puteri BBM dengan dominasi warna pink. Permainan warna cahaya yang jatuh pada raut wajah serasa ingin mewakili perasaan karakternya. Inilah bentuk kerajinan Sabrina dalam membangun atmosfer untuk jalinan gambar.
Baca Lebih Lengkap mengenai Instagramisme: Tidak Ada Komedi dalam Milly & Mamet
Namun, keuletan itu tidak diimbangi dengan keberanian untuk mengeksplorasi cara pengambilan adegan. Sabrina masih terpaku pada template. Ditambah dengan kesan “berusaha selogis mungkin” dan kurangnya permainan irama, Terlalu Tampan jadi monoton, kehilangan momen-momen penting untuk mengutarakan sesuatu. Terlihat misalnya dalam adegan saat Mas Kulin dan Kibo bertengkar, tiba-tiba gelegar petir terdengar. Lanjutannya adalah adegan Kulin berjalan di tengah hujan, merasa bersalah dan menjadi makin kesepian. Tidak masalah memang, namun ini menegaskan Sabrina masih terpaku pada kelaziman: bahwa rasa sedih harus diwakili oleh hujan; sebelum hujan harus ada petir. Kemudian saat adegan Kulin dan Pak Archewe mengobrol. Cahaya matahari secara mendadak, bisa dibilang masih kasar, berubah untuk menandakan Kulin tersadar supaya bertindak sebagai gentleman.
Cara Sabrina Bertutur
Perihal kehilangan ritme, saya sepakat dengan komentar dari Faisal Irfani dari Tirto.id.[1] Menurut Faisal, Terlalu Tampan memiliki alur yang tidak fokus, dimulai sejak pertengahan hingga akhir cerita. Mas Kulin si tokoh utama hanya melengkapi relasi asmara Kibo-Rere, dua karakter yang bisa melihat Kulin apa adanya. Namun, menurut saya, perihal kehilangan ritme ini bukan dikarenakan relasi Kibo-Rere yang mengambil panggung. Justru kehadiran dua karakter ini menjadi cara Sabrina untuk bisa menyampaikan perasaan menjadi “nyamuk”. Klisenya, ketika dua orang jatuh cinta, orang lain hanya mengontrak. Itulah yang ingin disampaikan Sabrina.
Permasalahannya, sedari awal sudah terdeteksi bahwa Sabrina kurang memberikan ruang pada spontanitas. Misalnya dalam adegan Tiga-Tak (tukang rundung sekolah) mengancam, gambar sudah memperlihatkan bahwa mereka sedang ada di gudang tapi Kulin malah semakin menegaskan, “ini gudang sekolah ya?”. Sepertinya Sabrina ingin mengikuti kaidah yang ada (entah tuntutan teks komiknya atau template pembuatan film rumah produksi tertentu). Tetapi bisa juga dilihat ini sebagai cara Sabrina memunculkan sisi komikal mengenai anak tampan yang nol pengalaman di dunia nyata. Sayangnya humor ini tidak tersampaikan dengan baik.
Perkara Kibo-Rere yang mengambil panggung, bila dilihat ini masih berakar pada pengambilan gambar yang monoton serta minimnya irama gambar. Adegan di dalam ruang karaoke bisa lebih menonjol bila misalnya tidak ada pengulangan, saat kamera dari samping Kulin mengambil Kulin-Rere-Kibo. Kemudian bisa juga Sabrina bermain-main dengan playlist karaoke, menyandingkan lagu yang ritmenya cepat dan lambat atau bermain-main dengan efek suara.
Sisi monoton ini bisa pula dicermati saat adegan dua orang yang sedang mengobrol. Misal saat Kulin-Kibo saling curhat di belakang sekolah. Montasenya demikian: kamera dari belakang Kibo mengambil Kulin dan sebaliknya bergantian. Cara ini juga berulang di adegan lain. Padahal gambar sudah good-looking, tetapi tidak disokong irama gambar. Terlalu Tampan jadi Terlalu Lamban.
Baca tentang Drama Komedi: Orang Kaya Baru – Ketika Bapak jadi Momok
Terlalu Tampan (2019)
Inilah drama komedi yang menekankan pentingnya individu untuk terjun ke masyarakat. Gaya tuturnya memang ringan karena ditujukan untuk remaja. Namun menurut saya, film ini juga bisa dilihat oleh orang tua, melihat keberanian menerjunkan anak merasakan pengalaman hidup dengan Liyan. Terlalu Tampan diangkat dari komik daring karya Muhammad Ahmes Avisiena Helvin dan Savenia Melinda. Rilis pada tahun 2017, komik ini bisa ditemui di Line Webtoon. Mas Kulin, si tokoh utama, “dijebloskan” tanpa tedeng aling-aling oleh keluarganya untuk menjalani kehidupan remaja: bersahabat, jatuh cinta, patah hati, main tipu-tipu, dan merasakan contoh nyata kasus perundungan di sekolah. Pengalaman ini tentu menyakitkan, tetapi demi menjadi subjek, Mas Kulin rela menjalaninya.
Sutradara:
Sabrina Rochelle Kalangie | Penulis: Nurita
Anandia W., Sabrina Rochelle Kalangie | Pemeran:
Ari Irham, Nikita Willy, Rachel Amanda, Calvin Jeremy, Tarra Budiman, Iis
Dahlia, Marcelino Lefrandt | Musik:
Ofel Obaja Setiawan | Sinematografi:
Salfero Albert | Penyunting : Hendra
Adhi Susanto | Durasi: | Genre:
Drama Komedi | Rumah Produksi:
Visinema Pictures
[1] Irfani, Faisa. 2019. “Terlalu Tampan: Berhasil Jual Muka dan Gimik, Kedodoran”. Sumber: https://tirto.id/terlalu-tampan-berhasil-jual-muka-dan-gimik-sayang-kedodoran-dfKt. Diakses pada 5 Februari 2019.




