Kerja Aktivasi Arsip Film di Indonesia: – Public Lecture di Festival Montaj, Universitas Padjajaran

Jatinangor, 23 Juni 2023. Senang sekali bisa berbagi pengalaman dan hasil catatan saya sebagai pengamat, pembelajar, dan juga pelaku kerja-kerja yang mengaktivasi arsip film. Dari pengalaman saya, kerja untuk mengaktivasi arsip film mulai semarak setelah tahun 2010-an. Pengalaman ini saya tuangkan dalam materi untuk Public Lecture yang diadakan oleh MONTAJ, festival film yang dikerjakan oleh mahasiswa Program Studi Film dan Televisi, Universitas Padjajaran. 

Dalam acara ini, saya berbagi tentang praktik artistik dan juga praktik kuratorial yang beranjak dari arsip film. Saya tidak memasukkan karya film yang menggunakan arsip film sebagai ilustrasi semata ya (kalau ini contohnya banyak), tetapi lebih kepada karya ataupun pameran yang berfungsi untuk mengaktivasi, menunjukkan/ memunculkan arsip, atau justru mengkritisi pelembagaan arsip. Dalam produksi film sendiri, ada beberapa karya yang amat berkesan buat saya. Misalnya Ghost Like Us karya Riar Rizaldi, Segudang Wajah Para Penantang Masa Depan karya Yuki Aditya & I Gede Mika. Yang tidak masuk dalam presentasi tetapi berkesan jelas di saya tentu saja karya the Youngrrr dan karya Rashlene (saya tidak bisa mendapatkan image dari kedua karya ini, maklum lupa judul). Kemudian ada praktik apropriasi arsip film kolonial yang dalam Tropic Fever; hingga proses mengkritisi imaji Willy Mullens dalam karya instalasi Rizki Lazuardi di Jakarta Biennale. 

Praktik lain yang saya catat tentu saja kehadiran kolektif Lab Laba-laba dan Pameran Kultursinema yang mulai bekerja sejak tahun 2014. Lab Laba-laba tidak hanya melakukan preservasi pada arsip film yang terbengkalai di PFN, tetapi juga mereka ulang arsip tersebut untuk karya. Kemudian konsistensi dari Kultursinema yang patut diacungi jempol adalah niatan mereka untuk mengangkat arsip dan figur marjinal dalam sinema Indonesia. Selain itu, adapula Akbar Yumni yang menggunakan reenatment untuk mengangkat arsip yang hilang atau dihilangkan oleh sistem.

Saya kemudian menutup materi ini dengan praktik yang saya geluti bersama teman-teman Kelas Liarsip sejak tahun 2021. Praktik kolaborasi lintas disiplin dalam merangkai jejak Ratna Asmara dan kerja untuk memunculkan filmnya ke publik lebih luas merupakan kerja untuk mengisi kekosongan sejarah film Indonesia. 

Tentu saja materi yang saya presentasikan tidak menghadirkan keseluruhan praktik yang berlangsung selama 10 tahun terakhir. Ada beberapa contoh lain yang tak saya sebutkan seperti pameran Kinematek Singkawang tahun 2019 ataupun pameran yang saya kerjakan tahun 2021, atau karya Ugeng T. Moetidjo di Jakarta Biennale 2021. Menilik demam arsip dalam praktik artistik dan praktik kuratorial dalam catatan ini, tentunya ada urgensi yang dibawa oleh masing-masing pelaku. Namun dari catatan ini, saya ingin menegaskan. Apa yang dikerjakan oleh para pelaku yang saya sebutkan di atas terekam dengan jelas oleh saya. Kerja-kerja mereka menginspirasi saya untuk turut bergerak untuk terus mengisi kekosongan sejarah, mengangkat mereka yang terpinggirkan, serta memberikan nafas baru untuk mengkritisi arsip film itu sendiri. 

Terima kasih saya ucapkan untuk Annisa Winda yang menjadi moderator dan juga meyakinkan tim Montaj Unpad untuk mengundang saya. Terima kasih saya ucapkan juga untuk mahasiswa Prodi Film Universitas Padjajaran yang telah mempercayakan saya berbagi catatan ini. 

Bagi Anda yang berminat mendapatkan materi, silakan DM.

Tabik

Umi Lestari

Arsip Film
Suasana Public Lecture di Festival Montaj, Universitas Padjajaran. Sumber foto: Montaj Unpad
Arsip Film

Materi Presentasi Public Lecture di Montaj, Unpad.

Leave a Reply